Koneksi Antar Materi Modul 3.2: Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya
KONEKSI ANTAR MATERI
MODUL 3.2 PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN
SUMBER DAYA
Oleh I Putu Sudarsana
Sekolah jika diibaratkan sebagai sebuah
ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur
yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling
berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras
dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling
memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya.
Faktor-faktor
biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah murid, kepala sekolah,
guru, staf/tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua, dan masyarakat
sekitar sekolah. Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan,
faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan
proses pembelajaran di antaranya adalah keuangan, sarana dan prasarana yang
ada. Kedua faktor ini memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Karena
memiliki peran dan fungsi yang sama-sama dibutuhkan dalam mewujudkan program
sekolah, maka kedua faktor ini (biotik dan abiotik) memiliki hubungan yang
saling mempengaruhi satu sama lain.
Sebagai pemimpin pembelajaran, guru akan senantiasa dihadapkan pada tantangan
dalam interaksi antara faktor biotik dan abiotik ini. Tantangan itu dapat
berasal dari faktor biotiknya, seperti diri sendiri, murid, ataupun faktor abiotik
yang berkenaan dengan sarana dan prasarana yang ada. Dalam menghadapi tantangan
tersebut, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu Pendekatan
Berbasis Kekurangan/ Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan
Berbasis Kekuatan/ Aset (Aset-Based Thinking).
Secara
garis besar, pendekatan berbasis kekurangan terfokus pada cara pandang
yang negatif, sehingga segala sesuatunya dilihat dari sisi dimana yang kurang,
point mana yang mengganggu. Hal ini mengakibatkan, individu yang
mengimplementasikan pendekatan berbasis masalah dalam menyelesaikan tiap
tantangan akan terbiasa menempatkan kekurangan sebagai fokus utama, dan buta
terhadap potensi/aset yang dimiliki. Sedangkan pendekatan berbasis aset
berfokus pada cara pandang yang positif, sehingga segala sesuatunya dilihat
berdasarkan potensi/kekuatan yang dimiliki. Pendekatan ini mengajak tiap
individu untuk menyelesaikan tantangan dengan memusatkan perhatian pada
aset/potensi yang dimiliki dan menginspirasi.
Terdapat
tujuh aset atau modal utama yang harus dikelola oleh guru sebagai pemimpin
pembelajaran di sekolah sebagai sebuah ekosistem. Tujuh modal tersebut adalah
modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan alam, modal finansial,
modal politik serta modal agama dan budaya.
Pemimpin
Pembelajaran dalam Pengelolaan Sumber Daya memiliki makna seseorang yang mampu
memanfaatkan aset yang dimiliki secara optimal untuk perubahan pembelajaran
yang memerdekakan murid belajar, kemajuan murid, sekolah, komunitas, dan
lingkungan. Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya mampu
menggerakkan komunitasnya untuk bersama-sama memanfaatkan aset secara optimal.
Untuk
menjadi pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya, saya harus
menggali, mengenali, menganalisis, dan memetakan aset yang ada di sekolah
maupun di daerah sekitar sekolah. Dengan pendekatan berbasis aset, maka
modal-modal yang terpetakan dimanfaatkan dengan optimal untuk mewujudkan
pembelajaran yang berpihak pada murid.
Pengelolaan Sumber Daya yang Tepat Untuk Membantu Proses Pembelajaran Murid Berkualitas
Pengelolaan Sumber Daya yang
tepat akan membantu memaksimalkan fungsi dan peran setiap aset/ modal yang
dimiliki agar dapat memberikan layanan pendidikan yang berkualitas. Layanan pendidikan
ini didasarkan kepada kebutuhan belajar masing-masing individu yang beragam dan
memiliki karakter masing-masing. Pengelolaan sumber daya yang tepat akan
mengoptimalkan peran dan fungsi semua aset yang dimiliki, sehingga pembelajaran
berlangsung secara berdiferensiasi, bervariasi, dan memanfaatkan potensi yang
ada di sekolah maupun lingkungan sekitar sekolah. Pengelolaan sumber daya yang
tepat akan melihat potensi murid untuk dikembangkan, sehingga pembelajaran
berlangsung secara kreatif, kolaboratif, mengembangkan pemikiran kritis, dan
mempersiapkan kemandirian murid.
Sebagai contoh, pemanfaatan
aset/modal lingkungan alam sekitar pada pembelajaran prakarya dan kewirausahaan.
Dimana pada materi budidaya ikan konsumsi guru menugaskan murid-murid secara
berkelompok untuk mengunjungi pembudidaya lele dan gurami yang ada di sekitar
sekolah untuk melakukan wawancara. Dengan pembelajaran langsung dari
praktisinya (pembudidaya ikan konsumsi), pembelajaran akan lebih nyata dan
bermakna. Praktisi (warga pembudidaya) juga merupakan modal manusia eksternal
sekolah yang dikelola. Dalam hal ini, pengelolaan sumber daya yang tepat inilah
yang akan membantu mewujudkan pembelajaran yang berkualitas.
Hubungan Materi Modul 3.2 dengan Materi Modul lain dalam Proses Pelatihan Guru Penggerak
Pada dasarnya materi-materi pada modul
yang disajikan di program Pendidikan guru penggerak ini merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Memiliki keterkaitan satu sama lain, saling melengkapi,
dan sering kali penerapannya di lapangan menjadi satu kesatuan. Berikut akan
diulas keterkaitan materi modul 3.2 dengan materi modul lain dalam proses
pelatihan guru penggerak ini.
Keterkaitan Modul 1.1 Refleksi Filosofi
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Filosofi Pendidikan Ki Hajar
Dewantara menekankan bahwa pendidikan adalah suatu proses memberi tuntunan
terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, tugas guru bukanlah
menuntut melainkan menuntun. Menuntun murid sesuai dengan kodrat alam dan
kodrat zaman, guna mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Belajar
hendaknya membebaskan bukan paksaan untuk memenuhi tuntutan.
Seorang pemimpin di
sekolah harus mampu mengelola salah satu aset berharga yaitu modal
manusia (guru dan murid). Pemimpin berkolaborasi dengan guru untuk
memastikan pelaksanaan pembelajaran yang berpihak kepada murid. Kesempatan
hendaknya diberikan seluas-luasnya kepada murid dalam berkolaborasi membangun
pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran harus benar-benar berpusat pada murid.
Dengan demikian murid dapat berkembang sesuai kodratnya (kodrat alam dan
kodrat zaman), serta mampu memaksimalkan minat, bakat, dan potensi yang
dimilikinya sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupannya.
Dalam mengembangkan potensi
murid inilah, guru berperan memberdayakan sumber daya yang ada, baik
sumber daya di internal sekolah maupun eksternal sekolah. Sebagai
contohnya, dalam pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan yang topiknya adalah
Budidaya Ikan Konsumsi, guru mengajak murid untuk studi lapangan, melakukan
kunjungan langsung ke tempat Budidaya lele dan gurami yang ada di lingkungan
sekolah. Contoh lainnya, ketika di sekolah dasar guru sedang mengajak murid
untuk memahami konsep ekosistem, guru bisa mengajak murid-murid langsung ke
luar kelas, yaitu di kebun sekolah untuk mengamati faktor biotik dan abiotik
pendukung ekosistem.
Untuk mewujudkan profil
pelajar Pancasila, guru sebagai aset sekolah (modal manusia) memegang
peranan yang sangat penting. Seorang pemimpin di sekolah harus berupaya agar
guru dapat menerapkan nilai-nilai guru penggerak dalam kesehariannya
seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid.
Dengan diterapkan nilai-nilai ini maka sekolah akan dapat mewujudkan murid yang
memiliki profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada
Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebhinekaan global,
bergotong royong, serta kreatif.
Nilai-nilai guru penggerak
dapat dijadikan landasan dalam mengelola aset sekolah untuk mewujudkan merdeka
belajar. Demikian pula peran guru penggerak, sangat berguna dalam
mengoptimalkan potensi murid dengan mengoptimalkan pemanfaatkan sumber daya
yang ada. Sebagai contoh dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) sekolah, seluruh
warga sekolah berkolaborasi untuk mensukseskannya, dengan mengelola segenap
aset yang dimiliki sekolah. Kolaborasi guru dan murid dalam kepanitiaan,
pengelolaan yang efektif dalam pendanaan/pencarian sponsor, dekorasi
memanfaatkan alat dan bahan di lingkungan sekolah, serta pengisi acara
menampilkan minat dan bakat para murid.
Seorang pemimpin, dimana pun
dia bertugas haruslah memiliki visi yang jelas sebagai arah kemajuan dari
organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin di lingkungan Pendidikan/ sekolah dan
guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya memiliki visi yang berpihak pada
murid. Dalam upaya mewujudkan visi tersebut, dapat digunakan inkuiri
apresiatif dengan tahapan BAGJA. Inkuiri apresiatif berfokus pada aset,
potensi, dan kekuatan yang dimiliki, serta mengoptimalkan pemanfaatannya untuk
mencapai visi. Visi besar Pendidikan kita adalah terwujudnya Pelajar Pancasila.
Inkuiri Apresiatif ini
berfokus pada kekuatan, potensi, dan nilai-nilai positif yang dimiliki tiap
anak. Guru berperan untuk menuntun anak sesuai kodrat alam dan zaman
masing-masing. Guru tidak dapat menyamaratakan potensi tiap anak. Anak itu
unik. Mereka memiliki minat, bakat, potensi, serta sikap yang berbeda-beda
sesuai kodrat alamnya. Sebagai guru hanya bertugas menuntun laku dan tumbuh
anak agar mencapai keselamatan setinggi-tingginya.
Sebagai contoh, dalam
mewujudkan murid yang peduli lingkungan, guru memanfaatkan modal agama dan
budaya yang dimiliki, yaitu konsep Tri Hita Karana. Penekanan konsep Tri Hita
Karana dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa dari dulu leluhur-leluhur
kita sudah memiliki fokus yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan hidup. Di
samping itu, aset-aset yang lain juga bisa dieksplorasi untuk mewujudkan tujuan
yang ingin dicapai, seperti modal sosial budaya gotong royong dan lainnya.
Budaya positif akan
menstimulus lingkungan belajar yang nyaman, aman, ramah anak, dan kondusif.
Pengelolaan sumber daya yang ada bisa membantu untuk mewujudkan budaya yang
positif di sekolah. Demikian pula budaya positif yang sudah kita terapkan akan
berpengaruh terhadap keefektifan pengelolaan sumber daya yang dimiliki/ sumber
daya dikelola dengan tepat, arif, dan bijaksana.
Sebagai contoh, disiplin dan
kejujuran yang terbentuk pada para tenaga kependidikan dan guru di sekolah,
akan berimbas pada pengelolaan sumber daya, yaitu modal finansial yang efektif
dan akuntabel. Demikian pula pada pengelolaan modal agama dan budaya, yaitu
konsep Tri Hita Karana, bisa dikelola menumbuhkan budaya positif kecintaan
terhadap lingkungan.
Pembelajaran berdiferensiasi
mengelola sumber daya sesuai minat dan bakat dari murid sehingga menghasilkan
pembelajaran yang berkualitas dan berdampak pada murid. Kesiapan murid,
gaya belajar dan profil murid itu tidaklah sama. Murid memiliki karakter yang
unik. Melalui pendekatan berbasis aset, guru dapat merumuskan kegiatan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan murid, dengan memanfaatkan
modal-modal disekolah yang dapat dioptimalkan fungsinya. Sehingga terwujudlah
merdeka belajar yang berpihak pada murid.
Sebagai contoh, murid
memiliki gaya belajar yang variatif, seperti audio, visual, dan kinestetik.
Untuk memfasilitasi murid yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik,
dimanfaatkanlah laboratorium yang dimiliki sekolah (modal fisik) untuk
melakukan praktikum. Dengan melakukan praktik, murid akan memaknai konsep
dengan lebih nyata, lebih bermakna, dan bisa mengaitkannya dengan kejadian
sehari-hari yang ada di sekitarnya.
Pembelajaran sosial
emosional (PSE), melihat Potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh siswa
dapat kita kembangkan lebih jauh lagi dengan memperhatikan sisi sosial
emosional siswa. PSE diperlukan agar warga sekolah memiliki kemampuan mengenali
emosinya dan fokus pada tujuan, memiliki keterampilan berempati, terampil dalam
menjalin relasi, serta dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Sebagai pemimpin pembelajaran dalam proses memetakan sumber daya yang dimiliki,
tak jarang akan menemui tantangan yang menguji pengendalian diri. Maka sangat
penting kiranya untuk benar-benar mengenali dan mengelola emosi melalui
mindfulness.
Pengelolaan sumber daya yang
dimiliki dengan tepat bisa mendukung keterlaksanaan pembelajaran sosial
emosional ini. Demikian pula sebaliknya, dengan pembelajaran sosial emosional, interaksi
sosial yang terbentuk positif, emosional stabil, sehingga berdampak pada pengelolaan
sumber daya yang efektif dan tepat sasaran.
Sebagai contoh, guru (modal
manusia) bisa menerapkan mindfulness pada pembelajaran, maka dia akan mampu
mengajak murid untuk mengelola emosi, kesadaran diri, sehingga bisa diarahkan
untuk mengelola aset-aset lainnya yang dimiliki oleh sekolah.
Coaching bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri, menggali
potensi-potensi yang dimilikinya, dan selanjutnya untuk dapat dikembangkan
secara optimal. Melalui proses Coaching, guru sebagai pemimpin pembelajaran
melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan, diharapkan mampu
memancarkan kodrat (bakat, minat, dan kemampuan) yang ada pada diri anak.
Coaching dapat digunakan untuk menggali potensi murid sekaligus
mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama.
Melalui proses Coaching,
guru mengajak murid untuk menemukenali aset-aset yang dimiliki dan ada di
sekitarnya untuk diberdayakan guna mendukung berkembangnya potensi-potensi yang
dimiliki. Proses coaching yang berhasil akan memotivasi para murid untuk
menjadi lebih baik karena merasakan potensi mereka tergali dan menyadari bahwa
banyak aset yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung berkembangnya potensi
tersebut.
Sebagai contoh, sekolah
misalnya memiliki murid yang menyandang predikat Duta Genre tingkat kabupaten.
Berarti murid ini adalah aset (modal manusia) yang dimiliki sekolah. Aset ini
bisa diberdayakan untuk melakukan coaching kepada teman-temannya terkait Genre
(generasi berencana), untuk meraih masa depan yang sukses.
Sebagai Pemimpin
Pembelajaran harus mampu mengambil keputusan yang memerdekakan murid seutuhnya
dan mengambil keputusan berdasarkan nilai kebajikan universal, memperhatikan
Paradigma, Prinsip, langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan serta bertanggung
jawab. Dalam pengelolaan sumber daya/aset juga dibutuhkan kemampuan seorang
pemimpin dalam mengambil keputusan saat melaksanakan pengelolaan sumber daya
yang dimiliki. Demikian juga sebaliknya kemampuan pengelolaan aset yang baik
akan mendukung/membantu keputusan yang diambil pemimpin ketika menghadapi
masalah.
Sebagai contoh, murid-murid
kelas XII ingin mengadakan acara pelepasan yang berkesan saat lulus nanti di
SMA, namun keadaan keuangan sekolah tidak memungkinkan untuk mendukung acara
tersebut. Dekorasi, pengisi acara, konsumsi, dan lain-lainnya tentu membutuhkan
pendanaan. Berdasarkan permasalahan tersebut, Kepala Sekolah merapatkan guru
dan tenaga kependidikan, demikian pula murid-murid pengurus OSIS (mengelola
aset manusia). Dari hasil rapat kemungkinan akan muncul ide-ide untuk melakukan
pengelolaan aset yang lain, yang bisa mendukung keterlaksanan acara. Misalnya,
meminjam tenda yang dimiliki oleh bapak ketua komite sekolah, meminjam
tanaman-tanaman hias milik bapak kepala dusun, dan lainnya (mengelola modal
lingkungan sekolah). Dengan demikian, pengelolaan sumber daya/aset akan
menghasilkan keputusan efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Sebelum mempelajari modul
ini, pola pikir saya lebih banyak menggunakan pendekatan masalah, dan jarang
menggunakan pendekatan aset. Ketika terjadi masalah, maka saya cenderung untuk
mencari penyebab masalah tersebut, dan fokus memperbaiki masalah tersebut.
Sehingga, banyak waktu dan energi yang terbuang hanya untuk mencari siapa yang
salah. Terkadang dalam menyelesaikan masalah, merembet pada masalah-masalah
baru yang muncul, dan akhirnya masalah tidak menemukan solusi, serta
aset-aset/kekuatan yang sebenarnya kita miliki menjadi terlupakan. Aset atau
kekuatan yang kita miliki menjadi kurang optimal kita manfaatkan.
Setelah mempelajari
pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset (PKBA) saya mengalami perubahan
pola pikir. Dimana sebelumnya dalam melaksanakan tugas atau menyelesaikan
masalah lebih sering menggunakan pendekatan masalah, namun kini lebih melihat
aset/kekuatan yang dimiliki untuk membantu dalam menyelesaikan
masalah/melaksanakan tugas.
PKBA menuntun kita untuk
melihat aset yang ada, bukan masalahnya. Sehingga ketika menghadapi aset,
pertanyaan yang muncul adalah "Bagaimana menfungsikannya ? Bagaimana
menggunakaannya? Apa upayanya agar optimal dan seterusnya”. Perubahaannya pada
cara pandang, yaitu pada aset bukan pada masalah. sehingga ada upaya positif
untuk mengatasi dan mengoptimalkannya.
Posting Komentar untuk "Koneksi Antar Materi Modul 3.2: Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya"